Perubahan Penggunaan Kayu Tertentu Sebagai Bahan Bangunan Tradisional Bali di Kota Denpasar
Abstract
Proses membangun rumah tinggal tradisional Bali yang dimulai dari proses Nyukat Karang hingga menyangkut bahan-bahan yang boleh maupun tidak boleh digunakan dalam membangun rumah / umah, berpedoman pada aturan-aturan atau ketentuan yang tertera dalam lontar Hasta Kosali , Janantaka dan lontar-lontar yang mengulas tentang hal - ikhwal proses bangun membangun umah. Berdasarkan filosofi tersebut, maka bangunan tradisional Bali mempunyai proses yang unik dan sakral, terutama penggunaan kayu tertentu sebagai bahan bangunan tradisional Bali. Namun seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi, penggunaan kayu yang sesuai dengan lontar, mulai mengalami perubahan sesuai bagian rumah dan fungsinya.
Penelitian ini dilakukan untuk memahami perubahan penggunaan kayu tertentu sesuai fungsinya dan untuk memahami makna dari perubahan penggunaan kayu tertentu sebagai bahan bangunan pada bangunan rumah tradisional Bali di kota Denpasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel dengan teknik sampling purposive.
Perubahan penggunaan kayu tertentu terjadi pada penempatan jenis kayu tertentu yang tidak sesuai dengan fungsinya, bahkan kayu yang digunakan tidak mempunyai klas atau tingkatan yang sesuai dengan lontar Janantaka. Pada Parahyangan untuk konstruksi atap dan konstruksi ruang kebanyakan menggunakan kayu cempaka (klas Arya) dan kayu kamper. Pada Paumahan yaitu kayu nangka yang merupakan klas Prabu hanya dipasang sebagai petaka pada konstruksi atap. Tetapi untuk konstruksi atap lainnya menggunakan kayu-kayu jenis lain (kamper dan kruing). Kayu jati sebagai klas Patih, tetap dipasang sebagai struktur bangunan utama yaitu saka fungsinya sebagai kolom (penerus beban seluruh bangunan ke pondasi), lambang sebagai balok struktur penghubung antara kolom yang satu dengan kolom yang lain. Sedangkan canggahwang sebagai pengaku antara balok dengan kolom. Sebagai alternatif menggunakan kayu merbau.Tingkat kekuatan dan keawetan dari kayu jati dan kayu merbau sama yaitu kelas I dan II. Makna dari perubahan-perubahan tersebut adalah secara esensial nilai-nilai tradisional harus dipertahankan. Kayu-kayu tertentu yang bernilai filosofis tetap bisa dipertahankan penggunaannya walaupun sedikit. Keyakinan masyarakat walaupun sedikit, tetap memberikan vibrasi kuat yang mempengaruhi kayu-kayu jenis lain. Kayu-kayu jenis lain yang digunakan sebagai alternatif mempunyai karakteristik yang hampir sama baik dari kekuatan maupun keawetannya dengan kayu-kayu tertentu. Masyarakat mempunyai keyakinan dengan diupacarai akan mendapatkan efek yang aman dan nyaman.
Downloads
References
Anom, Ida Bagus. 2011. Pupulan Indik Taru, CV. Kayu Mas Agung.
Mahaputra, Gede. 2015. Kramaning Kayu: dipetik dari Terjemahan Lontar L.05.T. Categories Arsitektur, Cosmology.
Nadia, I Ketut, Prastika, I Nyoman. 2008. Arsitektur Tradisional Bali. Fakultas Ilmu Agama Universitas Hindu Indonesia. ISBN:978-979-9490-25-4.
Suardana, I Nyoman Gde. 2015. Rupa Nir – Rupa Arsitektur Bali. Widya Pataka, Bali.
Sugiyono, Prof.Dr. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung : CV. Alfabeta.
Sukawati, Tjok. A.A. Oka. 2004. Ubud Bergerak. Denpasar: CV Bali Media Adhikarsa.
https://kingsunda.com,pengertian contoh tumbuhan dikotil.
www.jasasipil.com/2015/10/jenis-jenis-kayu-untuk-kontruksi-gedung.html. Jenis-jenis Kayu untuk Konstruksi Gedung