PEREMPUAN VOLUNTARY CHILDFREE: MELAWAN STIGMA DAN MENYOAL FEMININITAS DALAM MASYARAKAT PRONATALIS

  • Wanda Roxanne Ratu Pricillia Kajian Gender, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia
  • LG. Saraswati Putri Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Keywords: seks dan gender; budaya pronatalis; stigma; ann oakley

Abstract

Perempuan diharapkan menjadi ibu dalam budaya pronatalis sebagai tanda kedewasaan dan pemenuhan tahapan hidup yang lebih tinggi. Kewajiban menjadi ibu atau disebut juga sebagai motherhood mandate merupakan salah satu bentuk peran gender bagi perempuan untuk memenuhi femininitas mereka. Perkawinan dalam budaya pronatalis dianggap bertujuan untuk memiliki anak atau sebagai proses prokreasi. Menjadi ibu dianggap sesuatu yang alami bagi perempuan, sehingga ketika ada perempuan yang tidak memiliki anak terutama dalam perkawinan anak mendapatkan tekanan untuk segera memiliki anak. Perempuan yang memutuskan menjadi voluntary childfree dianggap menyimpang, tidak normal dan menyalahi kodrat. Ada stigma-stigma yang dilekatkan kepada perempuan voluntary childfree sebagai bentuk tekanan dan hukuman karena tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat. Artikel ini akan menjelaskan mengenai bagaimana perempuan voluntary childfree melawan kewajiban menjadi ibu dengan menolak peran gendernya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi kasus pada seorang perempuan voluntary childfree dalam perkawinan, dengan penelusuran penelitian terdahulu dan dianalisa menggunakan teori Ann Oakley.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2023-05-13
How to Cite
[1]
W. R. Ratu Pricillia and L. S. Putri, “PEREMPUAN VOLUNTARY CHILDFREE: MELAWAN STIGMA DAN MENYOAL FEMININITAS DALAM MASYARAKAT PRONATALIS”, ds, vol. 23, no. 1, pp. 89-104, May 2023.