ALIH FUNGSI LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EKSISTENSI AGAMA DAN BUDAYA DI BALI
Abstract
Konflik sosial budaya yang terjadi, baik dalam masyarakat manapun di dunia ini termasuk yang di berbagai daerah Indonesia dimulai oleh perebutan sumber-sumber daya alam. Apabila perebutan ini berjalan sesuai aturan main yang mereka anggap adil, maka konflik tidak terjadi. Namun, jika terjadi sebaliknya, maka konflik sulit dihindarkan. Perebutan sumber daya alam (tanah) yang mengabaikan nilai keadilan, nilai kejujuran dan nilai religius merupakan sumber konflik yang tak bisa diabaikan. Persoalan tanah yang banyak beralih fungsi di Kota Denpasar, menjadi halangan yang sangat besar dalam mewujudkan dan menjaga sumber air sawah agar tetap lestari dan mempengaruhi budaya dan agama (super struktur) yang dianut. Alih fungsi sawah menjadi restauran, pertokoan, jalan, pemukiman, perkantoran yang demikian cepat menyebabkan berkurangnya penyerapan air ke tanah. Air hujan yang turun dari langit tidak ‘transit’ di sawah-sawah, tegalan atau resapan, airnya kemudian langsung mengalir ke laut tanpa pernah kita manfaatkan sebagai air tawar, air bersih. Persoalan tanah yang demikian besarnya beralih fungsi terutama di kota-kota besar nantinya akan mempengaruhi budaya, dan agama (super struktur) yang dianut oleh masyarakat Bali.