SIMBOL GENDER DALAM UPAKARA WIWAHA DI BALI

  • Ida Ayu Tary Puspa Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Indonesia
  • Made Ika Kusuma Dewi Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Indonesia
  • Ida Bagus Radhakrisnyam Saitya Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Indonesia
Keywords: tarypuspa@uhnsugriwa.ac.id

Abstract

Gender dalam budaya Bali yakni patriarki. Hal ini terlihat pada upacara wiwaha ataupun perkawinan. Wiwaha bisa menyebabkan pertalian hukum kekeluargaan seseorang putus dengan pihak orag tua ataupun pihak ayahnya dan saudara-saudaranya. Seorang perempuan yang melakukan perkawinan akan menjadi anggota keluarga pihak suaminya dan terikat pada pertalian anggota keluarga pihak suaminya dan terikat pada pertalian hukum kekeluargaan suaminya dan putus dengan  pertalian hukum  kekeluargaan pihak ayahnya. Upacara wiwaha akan memerlukan upakara/banten sebagai simbol kesetaraan gender. Upakara tersebut akan berisi perlengkapan yang menyimbolkan laki-laki dan perempuan dalam kesetaraan karena ditampilkan berdampingan. Namun sebagai simbol ekspresif yang dirasakan oleh masyarakat Bali, tetap saja para perempuan belum bisa mencapai kesetaraan dan keadilan. Semakin sebuah keluarga yang terbentuk dari perkawinan menghormati perempuan, maka relasi gender akan semakin baik karena menempatkan perempuan pada posisi yang tidak tersubordinasi dan sesuai dengan yang disimbolkan dalam wiwaha tersebut. 

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2023-10-27
How to Cite
[1]
I. A. Tary Puspa, M. I. Kusuma Dewi, and I. B. Radhakrisnyam Saitya, “SIMBOL GENDER DALAM UPAKARA WIWAHA DI BALI”, ds, vol. 23, no. 2, pp. 136-145, Oct. 2023.