TINJAUAN ASPEK SASTRA DALAM JOGED PINGITAN DAN BARIS UPACARA
Abstract
Joged Pingit and Baris ceremonies can be understood as part of a ritual and communal function, as part of rural life. Joged Pingit and Baris Ceremonies are held to fulfill spiritual needs. Joged Pingit and Baris Ceremonies are held to fulfill spiritual needs, the need to find meaning in life (cf. Danesi, 2012). Joged Pingit and Baris Ceremony indicate a religious experience and an aesthetic experience. Therefore, the concept of dancing in Joged Pingit and Baris Ceremony can be understood as an effort to involve the whole body in the search for the meaning of life and in communicating with God and other supernatural inhabitants. The essence of Joged Pingitan and Baris Ceremony is an effort by the supporting community to achieve unity with the god or Ida Bhatara who is worshiped as an istadewata. In order to achieve unity with the deity, Joged Pingitan and Baris ceremonies are containers that shape and incarnate beauty as a place where the god (Ida Bhatara) descends in incarnation as an object of worship, as indicated by the dancer who is in a trance. Furthermore, Joged Pingitan and Baris Ceremony are means to achieve the ultimate goal of the life of the supporting community (moksasrtham Jagad Hitam). Therefore, Joged Pingitan and Baris Ceremony become an integral part of Balinese Hindu religious ceremonies, which are based on the integration of a trilogy of Hindu aesthetic principles, namely Satyam (Kindness), Siwam (Truth), Sundaram (Beauty).
ABSTRAK
Joged Pingitan dan Baris upacara dapat dipahami sebagai bagian riual dan berfungsi komunal, sebagai bagian dari kehidupan pedesaan. Joged Pingitan dan Baris Upacara diadakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual. Joged Pingitan dan Baris Upacara diadakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual, kebutuhan untuk mencari makna hidup (cf.Danesi, 2012). Joged Pingitan dan Baris Upacara mengindikasikan pengalaman keagamaan dan pengalaman estetis. Karena itu, konsep menari dalam Joged Pingitan dan Baris Upacara dapat dipahami sebagai upaya melibatkan seluruh tubuh dalam pencarian makna hidup serta dalam usaha berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni gaib lainnya. Hakikat Joged Pingitan dan Baris Upacara merupakan usaha masyarakat pendukungnya untuk mencapai kesatuan dengan dewa atau Ida Bhatara yang dipuja sebagai istadewata. Dalam rangka mencapai kesatuan dengan dewa tersebut, Joged Pingitan dan Baris upacara merupakan wadah yang membentuk dan menjelmakan keindahan sebagai tempat dewa (Ida Bhatara) itu turun dalam penjelmaan sebagai obyek pemujaan, sebagaimana diindikasikan oleh penari yang kesurupan. Lebih jauh, Joged Pingitan dan Baris Upacara merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir kehidupan masyarakat pendukungnya (moksasrtham jagadhitam). Karena itu, Joged Pingitan dan Baris Upacara menjadi bagian integral dalam upacara agama Hindu Bali, yang didasarkan pada integrasi trilogi kaidah estetika Hindu, yaitu Satyam (Kebaikan), Siwam (Kebenaran), Sundaram (Keindahan).
References
Bandem, I Made. 1986. Prakempa sebuh Lontar Gambelan Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta : Jalasutra.
Dibia, I Wayan. 2020. Ngunda Bayu. Singapadu-Gianyar : Gria Olah Kreativitas Seni (GEOKS)
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Cetakan kedua. Jakarta : UI Press.
Soekmono, DR.R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I.Yogyakarta : Kanisius.
Sugiarto, Drs R. 1982. Sweta Swatara. Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Hindu.
Sugriwa, IGB. 1977. “Penuntun PelajaranKakawin”. Denpasar : Proyek Sasana Budaya Bali.
Sukayasa, I Wayan, dkk. 2009. Yoga Marga Rahayu. Denpasar : Widya Dharma.
Supartha, I Gusti Ngurah Oka, dkk. 1997. Pesta Kesenian Bali. Cetakan kedua. Denpasar : Percetakan Bali.
Zoetmulder, P.J. 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Penerjemah Dick Hartoko SJ. Jakarta : Djambatan.