AKTUALISASI AJARAN TRI HITA KARANA DALAM TRADISI TAJEN PANGANGON DI SUBAK TEBA DESA ADAT TANGEB
Abstract
Tradisi Tajen Pangangon merupakan tradisi unik yang terdapat di Subak Teba Desa Adat Tangeb, Mengwi, Badung. Tradisi ini dilaksanakan oleh krama ‘masyarakat anggota’ Subak Teba di Desa Adat Tangeb setiap satu tahun sekali, tepatnya menjelang panen padi masa ‘padi yang berumur 105 hari’. Pelaksanaanya dilakukan di tiga tempat yaitu di Pura Ulun Carik, Pura Bedugul, dan Pura Bale Agung. Sarana utama yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi Tajen Pangangon adalag ketupat dan bantal ‘ketupat berbentuk lonjong panjang’ yang merupakan simbol purusa dan pradhana. Ketupat dan bantal tersebut digunakan sebagai alat untuk saling lempar-melempar (matetimpugan) oleh krama subak yang dibagi menjadi dua kelompok. Dalam pelaksanaannya, konsep Tri Hita Karana digunakan sebagai landasan filosofis pelestarian tradisi Tajen Pangangon yang diperlihatkan melalui tahap persiapan hingga penutup, terutama dicerminkan dengan pola pikir pengelolaan air irigasi yang dilakukan dengan landasan harmoni dan kebersamaan antar karma dan hubungan dengan pencipta dan alam.