MEMAKNAI BAHASA DAN MEMBAHASAKAN MAKNA DALAM PENULISAN BUKU HINDU
Abstract
Agama membuka dan menyediakan wawasan tentang kebenaran iman yang absolut. Dibandingkan dengan kebenaran filsafat yang spekulatif hipotetis, tampaklah kedua macam kebenaran itu paradoks. Bahasa agama yang religius terkesan menguasai pikiran yang rasional, sedangkan bahasa filsafat yang kritis terkesan menguasai pengalaman yang empiris. Padahal, jika dilihat dari kesepasangan dan kesetimbangan, maka agama adalah sisi praktis dari filsafat dan filsafat adalah sisi rasional dari agama. Memadukan kedua bahasa itulah ditawarkan pendekatan ‘teman ngobrol’. Perlakuan bahasa semacam ini dimaksudkan hendak mengurangi ‘beban penulis’ untuk mencapai makna filosofis, tanpa meninggalkan makna agamis. Sederhananya, penulis buku Hindu disarankan memandang teks agama sebagai teman ngobrol agar lebih mudah memahami dan mengapresiasikannya dengan bahasa jurnalistik