KAWIN LILI DI DESA SUKAKIONG NUSA TENGGARA TIMUR

  • Edesta Hastuti Salju Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
  • I Gusti Putu Sudiarna Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
  • Ida Ayu Alit Laksmiwati Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
Keywords: Perkawinan lili, belis, Budaya Manggarai.

Abstract

Budaya Manggarai mengenal berbagai jenis perkawinan. Salah satunya adalah perkawinan lili. Perkawinan lili adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang janda yang diambil menjadi istri oleh saudara laki-laki dari suami yang telah   meninggal. Jenis   perkawinan   ini   sangat   lazim   dilakukan   di   wilayah Kabupaten Manggarai karena sesuai dengan hukum adat yang berlaku disana. Salah  satunya  terjadi  di Desa Sukakiong Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang perkawinan lili dan mengetahui faktor determinan sosial budaya apa yang mendorong terjadinya perkawinan lili. Penelitian ini menggunakan teori teori struktural Levi-Strauss serta teori teori fungsionalisme Malinowski untuk menjelaskan perkawinan lili yang di Desa Sukakiong Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model penelitian etnografi melalui teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Peneliti menjadi instrument utama penelitian yang dibantu dengan pedoman wawancara, alat perekam suara, kamera dan alat tulis.  Berdasarkan hasil analisis penelitian menemukan bahwa Masyarakat Manggarai di Desa Sukakiong beranggapan bahwa perkawinan lili yang dilakukan di desa Sukakiong bertujuan untuk mempererat kembali hubungan darah yang telah ada sebelumnya berdasarkan dukungan dan kesepakatan kedua belah pihak baik itu pihak anak rona (keluarga asal isteri) dan anak wina (keluarga asal suami) serta kedua mempelai yang akan melanjutkan bahtera rumah tangga. Selain itu adapun beberapa pandangan lain terkait perkawinan lili ini yaitu: pandangan gereja/atau tokoh agama dan perspektif budaya Manggarai terhadap perkawinan lili. Serta faktor sosial budaya yang mendorong terjadinya perkawinan lili yaitu: faktor turun-temurun, faktor pembayaran belis (paca) pada perkawinan sebelumnya, faktor tanggungjawab suami dari perkawinan sebelumnya, dan faktor cinta.

References

Koentjaraningrat. (1992). pola pikir dan perkembangan budaya. Jakarta:
pt. Perpustakaan umum Gramedia
James P Spradley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta:
Debat Tiara,.Edisi II
Mbuku, Anthony. 2020. Perkawinan Adat Wangkung Rahong dari perspektif Gereja Katolik tentang Perkawinan (Perbandingan Pandangan, Tujuan dan Ciri Perkawinan). Penerbit Ledalero Maumere.
Tesis/ARTIKEL/JURNAL
Nuwa, Theresia,Christina. 2017. pentingnya Belis Sebagai Mahar” Studi Kasus Pasangan Suami Istri Pakai dan Tanpa Belis di Kota Nagekeo Flores Nusa Tenggara Timur Universitas Airlangga.
Darmaya, aku rubah. 2017. Makna Mekala-Kalaan dalam Pernikahan Adat Bali Kerta Buana di Desa Tenggarong.
Sulastri 2005:
132
Husin 2004:
85
https://doi.org/10.32939/ishlah.v4i2.198
Published
2023-10-01
How to Cite
[1]
E. Hastuti Salju, I. G. Putu Sudiarna, and I. A. Alit Laksmiwati, “KAWIN LILI DI DESA SUKAKIONG NUSA TENGGARA TIMUR”, vw, vol. 6, no. 2, pp. 52-64, Oct. 2023.