AKTIVITAS RELIGIUS MASYARAKAT DI DESA KEROBOKAN KABUPATEN BADUNG DALAM MENJAGA KEBERADAAN PURA PETITENGET

  • Anak Agung Made Sutanaya Universitas Hindu Indonesia Denpasar
Keywords: aktivitas religius, menjaga keberadaan

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang aktivitas religius hubungannya dengan menjaga eksistensi pura khususnya di Pura Petitenget Desa Kerobokan Kabupaten Badung. Ada tiga aktivitas religi yang rutin dilaksanakan di Pura Petitenget yakni aktivitas religius pada saat purnama-tilem. Dimana pada saat itu krama Desa Kerobokan melakukan persembahyangan biasa di Pura Petitenget dan memohon tirtha pengelukatan untuk kesucian rohani dan jasmnasi, dan memohon kesembuhan. Pada Buda Cemeng Merakih aktivitas religius semakin padat karena ini merupakan puncak piodalan di Pura Petitenget. Seluruh umat Hindu akan tangkil di pura itu pada saat itu. Aneka sesajen dan kesenian sakral juga ditampilkan. Aktivitas religius yang ketiga yakni ketika upacara mekiyis sebelum nyepi dan ritual pelaban sasih kawulu. Di Mana pada saat ini digelar ritual bhuta yadnya, pecaruan untuk menetralisir energi negatif. Ritual ini juga menunjukkan identitas Pura Petitenget sebagai purusa.

References

Atmaja, Nengah Bawa. 2010. Genealogi Keruntuhan Majapahit. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Bosch, F.D.K. 1983. Masalah Penyebaran Kebudayaan Hindu di Kepulauan Indonesia. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke arah Penguasan Model Aplikasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Perkasa.
Depdiknas. 2004. Undang-undang Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Dibya I Wayan. 1990. Tari Rejang dan Baris dalam Upacara. Denpasar : Proyek Pengembangan Kesenian Daerah.
Gorris, R.R. 1974. Sekte-Sekte di Bali. Jakarta : Bhatara
Gorda, I Gusti Ngurah. 1996. Ethika Hindu dan Prilaku Organisasi. Denpasar: Widya Karya Gematamar.
Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : UI-Press
Mantra, I.B. 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.
Moleong, J. Lexi, 1991. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Nala. Ngurah dan Wiratmaja. 1989. Murdha Agama Hindu. Denpasar: Upada Sastra.
Nawawi, Hadari. H. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University press.
Palguna, IBM Dharma. 2007. Budaya Kepintaran Sampai Budaya Kekerasan Pikiran. NTB : Sadampatyaksara.
Picard, Michel, 1992. Bali : tourisme culturel et curturel touristique. Paris : 1’Hamattan.
2006. Bali : Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta : Gramedia.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspetif Antropologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Poerwadarminta, WJ.S. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Pals, Daniels.2006. Dekonstruksi Kebenaran “Kritik Atas Tujuh Teori Agama”. Yogyakarta : IRCiSoD.
Sumartana,Th. 1999. “Seksualitas, Agama dan Negara. Paradoks Kebejatan, Perlindungan dan Moralitas”. Dalam Agama dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Sura, I Gede dkk. 2002. Kamus Istilah Agama Hindu. Denpasar: Pemda Tingkat I Bali.
Sura, I Gede dan Ida Kade Sindhu. 1992. Ajaran Ketuhanan dan Sembahyang dalam Agama Hindu. Denpasar: Kungkungan.
Sudikan, Setya Yuwana.1989. Penuntun Karya Ilmiah, Semarang : Aneka Ilmu
Sukardika, K. 2004. Menata Bali Ke Depan Kebijakan Kultural, Pendidikan dan Agama. Denpasar : CV Bali Media Adhikarsa.
Soebandi, Ketut, 1983. Sejarah Pembangunan Pura-pura di Bali. Kayumas Agung : Denpasar.
Sutrisno, Muji dan Putranto (ed). 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Triguna, I.B. Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar: Widya Dharma.
Wiana, Drs. I Ketut. 2004. Mengapa Bali Disebut Bali. Surabaya: Paramita.
Published
2020-04-30
How to Cite
[1]
A. A. M. Sutanaya, “AKTIVITAS RELIGIUS MASYARAKAT DI DESA KEROBOKAN KABUPATEN BADUNG DALAM MENJAGA KEBERADAAN PURA PETITENGET”, vw, vol. 3, no. 1, pp. 106-117, Apr. 2020.